Kamis, 26 September 2013

Kemiskinan Tak Bisa Diberantas. Benarkah?



Pernah baca twitt pak Susilo Bambang Yudhoyono (@SBYudhoyono) yang bunyinya “sebagai Negara berkembang, sasaran kita tidak sekedar pertumbuhan saja. Ciptakan lapangan kerja dan kurangi kemiskinan”. Dari situ saya bisa menebak bahwa program-program untuk mengurangi kemiskinan pasti ada. Dengan cara apapun, entah dengan cara membuka lapangan pekerjaan, adanya program pemberian bantuan untuk rakyat miskin, sekolah gratis, pengobatan gratis, dan lain-lain. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Sosial yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) salah satunya yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin. Tidak hanya pemerintah saja yang peduli, namun banyak lembaga swasta yang berkecimpung dalam penyaluran zakat atau infaq yang diberikan pada masyarakat miskin dengan harapan dapat mengurangi beban hidupnya. Apakah dengan tindakan seperti ini masyarakat miskin bisa mendadak kaya dalam jangka waktu panjang?. Tentu tidak. Fungsi lembaga-lembaga itu seharusnya hanya dijadikan rujukan ketika masyarakat yang miskin itu tengah mengalami sesuatu hal mendesak yang membuatnya terhimpit, sehingga membutuhkan bantuan dana segera. Bukan malah dijadikan sebagai tempat mengadu setiap saat, yang mengakibatkan orang jadi malas bekerja, dan hanya mengandalkan lembaga zakat sebagai tempat meminta-meminta.


Saat ini saya tengah menjalani aktifitas di sebuah Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Surabaya. Banyak sekali kisah-kisah unik yang saya dapatkan dari para Mustakhiq (Penerima zakat) maupun Muzakiy (Pembayar zakat).

Pada bulan Agustus lalu, tapatnya siang hari sebelum adzan dzuhur berkumandang ada seorang kakek yang cara berjalannya sudah tidak sempurna memaksakan diri datang sendirian ke kantor LAZ. Maklum, mungkin karena usianya yang sudah renta, jalannya jadi terseok-seok. Beliau datang dengan membawa sebuah proposal dan diberikan pada petugas front office (FO). Kemudian petugas FO menerima dengan baik, melihat-lihat isinya, dan meneliti. Setelah dibaca sekilas, ternyata kakek tersebut mengajukan permohonan dana dengan jumlah yang fantastis – 50 juta Rupiah. Dalam proposal tersebut juga dijelaskan terkait penggunaan dana tersebut nantinya, yang bertuliskan untuk membayar hutang. Untuk apa kakek tersebut sampai berhutang sebesar itu, saya juga kurang tahu detailnya. Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh kantor, ketika ada proposal pengajuan dana yang masuk, harus disurvey terlebih dahulu, kemudian divalidasi, baru diputuskan layak bantu atau tidak. Setelah petugas FO memberi penjelasan pada si kakek dan menghimbau agar menunggu kabar selanjutnya, akhirnya beliaupun berpamitan meninggalkan kantor. Beberapa detik setelah si kakek keluar dari pintu, petugas FO juga keluar ruangan – entah apa keperluannya. Seketika petugas FO itu kaget ketika sudah keluar dari pagar kantor. Dia melihat pemandangan antara percaya dan tidak. Kakek yang tadi mengajukan dana dengan jalan terseok-seok ternyata beliau bisa berjalan dengan sempurna, tanpa kurang suatu apapun. Yang lebih mengejutkan lagi, si kakek itu dijemput seseorang dengan mengendarai sebuah mobil mewah. Apakah itu kendaraan pribadinya? wallohu’alam. Apakah dengan cara berjalan yang tidak sempurna tadi hanya untuk mendapat belas kasihan saja? wallohu’alam. Jelasnya, sudah ada bukti bahwa kakek tersebut berbohong dengan tidak sengaja ketahuan cara berjalannya yang berbeda.

Satu lagi, kisah yang bertolak belakang dengan kisah yang diatas. Ada seorang tukang becak yang penghasilannya tentu tidak tetap dan juga tidak seberapa besar jumlahnya. Namun semangatnya untuk bersedekah sungguh luar biasa. Meskipun dirinya hanyalah seorang tukang becak, dia adalah salah satu donator rutin di LAZ ini. 20 ribu rupiah per-bulan rutin ia bayarkan zakatnya. Nominal yang tidak seberapa besar memang, namun bisa bernilai besar jika didasarkan atas niat yang ikhlas.

Dua penggal kisah diatas bisa kita petik hikmahnya bersama. Seorang yang bermental miskin dan satunya lagi seorang yang bermental kaya. Bila seseorang sudah terjangkiti mental miskin, hidupnya hanya mengandalkan belas kasihan, selalu merasa kurang, merasa tidak punya dan merasa tidak mampu. memang benar, mental miskin lebih berbahaya dari pada miskin harta.

Mental miskin ini sudah merambah hampir di setiap strata dan lapisan masyarakat. Jadi wajar jika saat ini banyak sekali peminta-minta atau pengemis yang masih dalam usia produktif. Mental miskin yang terjadi pada seseorang akan menjadikan orang tersebut jadi mandul produktifitas. alasan adalah senjata utama didalam setiap kegagalan. Menyalahkan kondisi  dan situasi adalah hal yang biasa buat orang semacam ini. Asalkkan kita semua tahu, pengemis-pengemis di kota-kota besar bayarannya jauh lebih besar dibanding gaji manager. Itulah kenapa, para pengemis sangat enjoy dengan pekerjaannya sebagai pengemis. Hanya bermodal tampang melas sambil menengadahkan tangan, ia sudah bisa meraup penghasilan fantastis. Mereka jadi enggan untuk bekerja dengan alasan tidak sekolah-lah, tidak punya ijazah sarjana-lah, tidak punya bekal keahlian-lah dan bla bla bla masih banyak alasan yang lain.

Kalau kasusnya sudah seperti ini, bagaimana kemiskinan bisa dikurangi kalau rakyatnya sendiri memang senang menyandang status miskin. Yang perlu dibenahi adalah buang jauh-jauh mental miskin, bangunlah mental kaya – bukan sok kaya, tapi lebih kepada merubah pola pikir bahwa semuanya bisa kita atasi dengan usaha yang keras. Apa pun keadaan yang kita alami dan hadapi sekarang ini jangan pernah menyalahkan situasi, kondisi atau siapa pun. Dan jangan pula mengeluh jika saat ini hidup belum seperti harapan dan keinginan. Hidup adalah perjuangan. Tiada masa untuk berpangku tangan!

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka ” (QS.13:11)

Abu Hurairah ra, berkata, “Rasululloh saw. bersabda, “Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain untuk memperbanyak hartanya, sebenarnya ia telah meminta bara api. Hendaknya ia mengurangi (bara api itu) atau memperbanyak.” (HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar