Menjadi anak rantau
sungguh merupakan hal yang luar biasa dalam kamus hidup saya. Hidup dengan
orang-orang baru, lingkungan baru, jauh dari orang tua, dan menemukan berbagai
persoalan-persoalan baru yang harus diselesaikan secara mandiri. Itulah kelebihannya,
hidup sebagai anak rantau akan membawa
seseorang kepada anak tangga-anak tangga persoalan. Di mana setiap anak
tangganya menunjukkan sejauh mana level dari orang tersebut. Sebagaimana ketika
ingin menempati posisi yang lebih tinggi, tentu harus ada gerakan dan dorongan
energi lebih. Tanpa itu, kedudukan akan tetap, stagnan. Tiada perubahan. Di setiap
persoalan itulah yang akhirnya membawa seseorang menjadi lebih dewasa dalam
bersikap.
Sampai sekarang sejak 2008 saya merantau di kota perjuangan ini – Surabaya, untuk menempuh pendidikan tinggi. Enam bulan pertama di Surabaya merupakan waktu yang tidak singkat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Kota yang sangat panas, bau got yang membuat hidung ini senantisa ditutup jika beriringan, rumah dan halaman yang serba sempit, air keruh (padahal PDAM), jalanan macet, atap bocor dan tak jarang banjir jika musim hujan tiba, tikus sebesar kucing yang merajalela, merawat diri sendiri jika jatuh sakit, lingkungan perkampungan yang kumuh, dan bahasa suroboyoan yang belum akrab di telinga saya sempat membuat takut tertular. Benar-benar sempat membuat saya stress karenanya. Tapi itu dulu, sekitar 5 tahun silam. Saat diri ini belum terlalu tangguh dalam menghadapi masalah. Malu sekali jika mengingat keluhan-keluhan yang saya sebutkan di atas. Malu jika mengingat setiap malam menangis, meratapi nasib karena harus tinggal di tempat seperti ini. Malu hampir setiap hari minta pulang kampung sambil merengek-rengek ke ibu. Sangat tidak dewasa sekali saat itu.
Sampai sekarang sejak 2008 saya merantau di kota perjuangan ini – Surabaya, untuk menempuh pendidikan tinggi. Enam bulan pertama di Surabaya merupakan waktu yang tidak singkat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Kota yang sangat panas, bau got yang membuat hidung ini senantisa ditutup jika beriringan, rumah dan halaman yang serba sempit, air keruh (padahal PDAM), jalanan macet, atap bocor dan tak jarang banjir jika musim hujan tiba, tikus sebesar kucing yang merajalela, merawat diri sendiri jika jatuh sakit, lingkungan perkampungan yang kumuh, dan bahasa suroboyoan yang belum akrab di telinga saya sempat membuat takut tertular. Benar-benar sempat membuat saya stress karenanya. Tapi itu dulu, sekitar 5 tahun silam. Saat diri ini belum terlalu tangguh dalam menghadapi masalah. Malu sekali jika mengingat keluhan-keluhan yang saya sebutkan di atas. Malu jika mengingat setiap malam menangis, meratapi nasib karena harus tinggal di tempat seperti ini. Malu hampir setiap hari minta pulang kampung sambil merengek-rengek ke ibu. Sangat tidak dewasa sekali saat itu.
Dengan sekuat tenaga saya pun belajar untuk membaca hikmah yang terkandung dalam setiap peristiwa yang saya alami. Seiring berjalannya waktu, akhirnya saya pun menyadari bahwa semua itu hanyalah pendidikan dari Alloh untuk meng-upgrade diri saya. Sesungguhnya, upaya untuk tetap naik dan meng-upgrade diri adalah sebuah tantangan bagi seseorang dalam membuktikan keberadaannya pada lingkungan. Tak sedikit kiranya, bagi beberapa orang, ada yang kuat menerima ujian-ujian tertentu, tapi juga rentan terhadap terpaan-terpaan tertentu. Padahal, apapun tingkatan persoalan yang dihadapi, tidak lain adalah fase-fase yang telah Alloh siapkan guna membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, lebih tangguh, lebih mandiri.
Untuk itu, tak selakyaknya kita menjalani kehidupan ini dengan dada yang sempit, sehingga ada prasangka-prasangka negatif dan pesimis ketika menemui suatu ujian tertentu. Sebaliknya, kita harus menguatkan militansi dalam diri kita. Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang stress berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan orang lain, maka tetap bersyukurlah, dan berbahagialah...! Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi bijaksanalah untuk bisa selalu berpikir, kemudian bersyukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar