Minggu, 14 Juli 2013

Keteladanan Romo



Romo. Begitulah panggilan kesayanganku pada ayahku. Beliau adalah teman curhat yang asyik, penasihat yang baik dan pemberi contoh yang konkrit dalam keseharian. Semasa hidup, beliau berprofesi sebagai PNS di lingkungan Inspektorat Wilayah Kabupaten.

Romo adalah seorang paling sabar yang pernah aku temui. Tak pernah sekalipun aku menjumapainya memaki orang, apalagi marah pada anak-anaknya. Tidak pernah. Kelembutan hatinya tercermin pada tutur katanya yang halus, berperingai sopan, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda, dan mampu membagi perhatiannya antara keluarga dengan orang lain atau urusan kantor. Seorang yang memiliki pribadi magnetis, memiliki daya tarik tersendiri yang mampu mengambil hati siapa saja yang berada di dekatnya. Oleh karena itu aku selalu senang bergelayut manja berada di pangkuan Romo. Karena potensi stategis yang dimiliki beliau begitu memikat, banyak sekali orang yang tunduk-patuh terhadap nasihat dari Romo. Termasuk aku, kakak, dan ibu. Bahkan sering kali kerabat dekat, bahkan saudara yang rela datang dari jauh hanya untuk meminta nasihat dari Romo. Jadi, siapa saja yang dekat dengan Romo pasti akan merasa nyaman. Entah itu orang yang sudah berusia lanjut, kawan sebaya, para pemuda, bahkan anak-anak kecil pun merasa betah bercekrama dengan beliau. Selain potensi strategis yang aku sebutkan diatas, mungkin juga karena pengetahuan beliau yang luas – Romo suka membaca buku  dan memiliki skill komunikasi yang baik yang membuat siapa saja selalu nyambung ketika mengobrol dengan beliau. Romo pandai memposisikan diri ketika berbicara dengan orang lain. Ketika dengan orang yang lebih tua bagaimana, ketika dengan orang yang lebih muda juga bagaimana. Selain itu, beliau juga humoris. Kadang bercandanya itu tak terduga, membuat orang jadi cegek [1] dan akhirnya tertawa.

Romo tidak merokok. Tidak juga meminum kopi. Namun, beliau pernah divonis oleh dokter terkena hypertensi, itu yang akhirnya membuat beliau sangat menjaga kesehatan dengan baik. Beliau vegetarian sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Setiap pagi selalu melakukan senam kecil di halaman rumah. Pernah beberapa kali aku menemani beliau badminton bersama rekan-rekannya di Gedung Juang 45.

Gaya hidup sederhana yang selama hidup beliau contohkan pada kami – aku, kakak, dan ibu. Romo seperti orang yang tidak menginginkan barang mewah. Beliau apa adanya. Bersyukur terhadap apa yang diberikan Alloh, dalam istilah jawa biasanya dikatakan ”trimo ing pandum” [2] . Jika ingin membeli barang, beliau selalu mempertimbangkan sesuai dengan kebutuhan. Jika tidak terlalu dibutuhkan, maka tidak dibelilah barang tersebut.
Lagi, masalah kemandirian juga sering kali beliau ajarkan. Jangan sampai kami terlalu tergantung pada orang lain. Itulah kenapa beliau jarang mengantarku ke sekolah. Bukan karena beliau enggan untuk mengantar. Bukan. Tapi itu untuk melatihku agar lebih mandiri dengan berangkat sendiri, naik sepeda pancal. Romo tak hanya menasihati kemandirian dalam bentuk fisik saja, namun juga mandiri dalam menyelesaikan masalah. Beliau mengajarkan bahwa kesulitan adalah bagian terbesar dalam kehidupan, sehingga kerja keras menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Mengajarkan bagaimana menghadapi kepedihan saat kenyataan mematikan harapan, dan mengajarkan bahwa menderita dan berkorban demi orang-orang yang kita cintai adalah suatu kehormatan.

Romo adalah sosok suami yang pengertian terhadap istri. Tak jarang ibuku mendapat pujian dari beliau, yang akhirnya membuat ibuku tersanjung dan tersipu. Romo tak hanya sibuk mencari nafkah saja, namun beliau juga membantu ibuku dalam urusan rumah tangga. Seperti mencuci baju dan menyetrika. Malah, ketika aku dan kakakku masih usia dini, beliau juga rajin menyapu dan mengepel lantai. Tapi ketika aku dan kakakku sudah mulai paham, pekerjaan-pekerjaan itu kami bagi-bagi.
Setiap pagi ketika subuh tiba, Romo-lah yang selalu membangunkanku. Jika aku tak juga bangun, maka sentuhan lembut tangan Romo yang sengaja diolesi air sudah menempel dipipiku. Dengan begitu aku akan segera bangkit dan sadar harus menjalankan kewajiban. Itulah salah satu contoh  Romo mengajarkan kedisiplinan dan juga menumbuhkan ketaatan pada sang Khaliq. Tak lelah juga Romo berkali-kali mengingatkan untuk meletakkan barang sesuai dengan tempatnya, agar rapi dan mudah dicari ketika dibutuhkan lagi. Beliau juga yang selalu menyisir rambutku dan mengepangnya dengan rapi ketika akan berangkat ke sekolah.

Beliau adalah motivator berbakat dalam keluarga kami. Aku jadi ingat waktu masih SD dulu. Romo mengiming-imingi aku dan kakakku jika mendapat ranking 1 akan ditraktir 2 mangkok bakso, jika mendapat rangking 2 akan ditraktir 1 mangkok bakso. Dengan begitu kami jadi berlomba-lomba untuk memperebutkan prestasi itu. Padahal itu hanyalah hadiah yang sedehana, namun bisa membuat kami begitu sangat tertarik untuk mendapatkannya..

Sebelum Romo wafat, beliau diberikan ujian oleh Alloh berupa sakit yang luar biasa. Walaupun sekujur tubuhnya sakit, namun wajahnya selalu terlihat seperti bukan orang yang sedang sakit. Teduh dan sumringah. Awalnnya Romo divonis terkena penyakit jantung. Kata dokter jantungnya membengkak. Akhirnya mengganggu organ yang lain. Paru-paru dan ginjal pun terkena imbasnya. Komplikasi sudah ujian yang harus dilewati oleh Romo. Sengaja aku tidak menyebutnya itu sebagai ’penyakit’, aku lebih nyaman menyebutnya dengan ujian. Alloh terlalu sayang pada Romo. Alloh ingin tahu seberapa besar, seberapa tinggi, sebarapa kuat keimanan Romo ketika diberikan ujian yang dahsyat itu. Tak tanggung-tanggung Alloh pun menambahnya dengan stroke. Kedua kaki dan kedua tangan Romo tidak bisa digerakkan. Bicara pun sulit sekali. Lagi-lagi wajahnya yang teduh dan sumringah tetap dipersembahkan pada kami, agar kami – aku, kakak, dan ibu tidak terlalu khawatir. 6 bulan lamanya Alloh memberikan ujian-ujian itu. Dan Romo berhasil melewatinya. Tugas-tugasnya di dunia sudah selesai. Giliran beliau menikmati tempat peristirahatan yang indah, tenang, dan nyaman. InsyaAlloh...

July, 2013
Tepat 6 tahun lebih 4 bulan Romo meninggalkan kami. Semoga beliau berada di tempat terindah di sisiMu ya Alloh...
*SunSayang – nduk ima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar