Diera sekarang ini banyak sekali masyarakat mengeluh akibat biaya sekolah anaknya yang rata-rata memakan hampir separuh dari gaji orang tuanya. Bagaimana tidak? Harga buku anak SD saja bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu. Apalagi harga buku untuk siswa-siswa yang ada di SMP dan SMA.
Selain itu, sekarang ini banyak sekolah yang mengubah statusnya menjadi “bertaraf Internasional” yang notabene sangat mempengaruhi biaya pendidikan di sekolah tersebut. Kabarnya, ada SMA di Jawa Timur yang menjual formulir pendaftaran seharga Rp 250.000,00. Seolah olah pihak sekolah tersebut memperdagangkan barang berupa formulir dengan harga yang melambung tinggi hampir menyamai harga formulir perguruan tinggi.
Dengan biaya pendidikan
yang super mahal, nyatanya belum tentu sesuai dengan kualitas yang dijanjikan.
Pengumuman kelulusan beberapa minggu yang lalu juga sempat membuat masyarakat
shock akibat mendengar berita di media mengenai siswa-siswa yang ternyata
banyak yang tidak lulus, dengan prosentase kenaikan ± 5%. Selain itu, diimbangi
dengan tantangan yang cukup menghebohkan di kalangan siswa, yaitu standart
kelulusan yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Lulus atau tidak lulusnya
siswa, pasti nantinya akan menimbulkan permasalahan baru. Bagaimana tidak? Jika
tidak lulus, para siswa akan mengulang ujian lagi dan yang lebih memprihatinkan
adalah siswa yang tidak lulus tersebut mungkin akan menglami stress karena malu
terhadap keluarga, teman, dan orang-orang disekelilingnya. Jika lulus, siswa
tersebut akan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi, kerja, atau menjadi
pengangguran. Hal itu tergantung pada kemampuan dalam hal ekonomi dari orang
tuanya. Orang tua yang kaya pasti akan menginginkan anaknya untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan orang tua yang ekonominya
pas-pasan akan menyuruh anaknya untuk membantu meningkatkan perekkonomian
keluarga dengan cara langsung bekerja untuk mencari nafkah.
Hal tersebut sangat
tidak adil jika dialami oleh anak yang pandai namun perekonomian keluarganya
lemah, sehingga dia tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi yang sekarang
ini biayanya semakin melambung tinggi, baik itu uang gedung, spp, harga buku, dll.
Berbeda dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang perekonomian
keluarganya kuat. Mereka mampu membayar berapapun uang gedung yang ditentukan
oleh pihak universitas. Mereka juga mampu dalam membeli fasilitas-fasilitas
yang dibutuhkan.
Seharusnya semua
permasalahan tersebut harus ditanggapi secara serius oleh semua kalangan.
Karena ini menyangkut dengan permasalahan bangsa juga. Apa jadinya kalau
generasi penerus bangsa banyak yang tidak melanjutkan pendidikan hanya karena
tidak mampu untuk membiayai anaknya sekolah yang dikarenakan sekolahnya
berTARIF Internasional. Bangsa Indonesia akan semakin ketinggalan kalau masih
saja meremehkan pendidikan generasi penerusnya. Kita akan ketinggalan dengan
majunya perkembangan teknologi yang semakin lama semakin canggih. Itulah
sebabnya, kita juga harus menyelaraskan dengan perkembangan ilmu-ilmu yang ada.
Apa yang sudah
dilakukan pemerintah untuk masalah pendidikan di Indonesia? Apa yang sudah kita
lakukan? Mualailah dari diri sendiri untuk selalu cinta pada pendidikan. Kita
harus mengupayakan bahwa pendidikan yang layak dan berkualitas harus kita
peroleh. Walaupun perekkonomian selalu menghimpit, asalkan dengan niat dan
terus berusaha InsyaAlloh kita bisa mengejar ketertinggalan ke arah yang lebih
baik. Sekolah yang bertaraf Internasional atau tidak, tidak usah terlalu
dibedakan kalau nyatanya memiliki output yang sama. Yang paling penting adalah
seluruh rakyat Indonesia berpendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar